Value Investing: Apa itu Value Investing?
Value Investing adalah paradigma Investasi saham yang dikenalan oleh Benjamin Graham untuk memilih suatu saham yang di perdagangkan di bawah nilai intrinsiknya. Pengertian lebih lanjut adalah seberapa pantaskah sebuah perusahaan itu di hargai.
Konsep dasar Value Investing ialah mencari saham berfundamental bagus,
harganya murah dan di bawah nilai instrinsiknya. Apa itu nilai
instrinsik? Silahkan baca di Apa itu Nilai Instrinsik?. Sahamnya sendiri dikategori Value Stock.
Dari pengertiannya jelas nilai saham berkategori Value Stock adalah
saham dengan kondisi perusahaan yang baik, memiliki fundamental yang
baik, pertumbuhan yang baik dan yang terpenting memiliki prospek yang
baik juga..Namun...harganya dibawah nilai intrinsiknya dengan
sebab, Pertama saham tersebut belum banyak dilirik oleh Investor karena
perusahaannya yang terbilang kecil atau menengah. Dan yang
kedua, perusahaan tersebut sedang mengalami permasalahan ataupun
penurunan laba akibat suatu hal sehingga laporan keuangannya tampak
tidak bagus. Namun untuk kedua hal ini, cukup sulit menemukan saham yang
belum dilirik untuk saat ini seiring makin maraknya konsep value
investing ini di kenalkan. Sudah banyak sekali saham yang 'tersembunyi'
sudah muncul dan dianalisa oleh para Investor.
5 Kosep Fundamental yang harus di pahami ialah,
1. Semua perusahaan memiliki nilai Intrinsik.
Strategi simpel yang dianut Value Investing ialah selalu membeli saham di saat harga sedang ter-diskon, istilah yang menggambarkan bahwa harga saham sedang diperdagangkan di bawah nilai Instrinsik atau nilai sebenarnya.
Katakanlah si A dan B sedang mencari rumah di Pondok Indah, harga rata-rata rumah di daerah tersebut adalah 10 milyar rupiah. Si A malas mencari rumah dan tergiur oleh rumah mewah yang telah jadi, Si A membeli rumah tersebur seharga 12 milyar. B yang lebih rajin mencari, akhirnya menemukan rumah 'berhantu' tak di rawat yang di hargai 60% nilai pasar atau 3 milyar rupiah. Setelah B menyelidiki rumah tersebut ternyata hanya 'hantu' hanya berupa rumor dan si B bukan tipe penakut maka si B memutuskan membeli rumah tersebut di harga 4 milyar tadi. Rumah 'hantu' tersebur direnovasi oleh si B dengan biaya 3 milyar, total modal yang si B habiskan sebesar 7 milyar. Dari kasus tersebut si B telah menganut prinsip Value Investing
2. Selalu melihat Margin of Safety
Margin of Safety adalah hal utama yang dicari dari suatu saham, seperti analogi rumah Pondok Indah tersebut, total pengeluaran si B ialah 5 milyar sehingga si B telah melakukan tindakan safety dalam hal harga beli sebesar 50% (rumah si A seharga 10 milyar) hanya karena rumor 'hantu' tadi. 2 tahun kemudian tentulah rumah tersebut sudah tampak normal tak berhantu dan si B dapat menjual kembali di harga yang sama dengan harga pasaran di daerah tersebut.
Di waktu yang sama jika si A menjual rumahnya seharga 15 milyar, maka keuntungan yang dia dapat sebesar 25%. Namun jika si B yang menjual rumah tersebut dengan harga yang sama, maka keuntungan si B sebesar 114%!!. Persentase selisih harga beli dengan nilai instrinsik nya itulah yang disebut Margin of Safety
3. Tidak mempercayai analisa pasar kebanyakan
Penulis sendiri menyadari bahwa analisa pasar kebanyakan selalu muncul setelah kenaikan atau penurunan nilai saham itu terjadi, entah seminggu atau bahkan sebulan. Analisa pasar menurut penulis sendiri lebih cocok untuk menggambarkan kondisi atau prosepek perusahaan yang bergerak dalam bidang komoditas, karena harga komoditas dipengaruhi harga global, baik luar negeri maupun dalam negeri sendiri sehingga berita harga komoditas global selalu muncul lebih dahulu di media ketimbang berita perusahaan itu sendiri.
4. Tidak mengikuti Trend
Coba anda googling atau baca majalah Investor, cari informasi kapan perusahaan Saratoga melakukan akuisisi terhadap Tower Bersama Infrastruktur? atau kapan Gita Wirjawan mulai masuk ke saham Bumi Resources? jawabannya satu, ketika saham jatuh dan tidak berharga. Ketika saham terjatuh disitulah nilai saham tersebut menjadi sangat murah. Ratio terhadap laba persaham (PER) menjadi semakin kecil. Hanya tinggal memastikan apakah perusahaan tersebut tetap mempunyai prospek atau tidak. Strategi tersebut dinamakan kontrarian atau contrarian.
So, bagaimana dengan kita? dengan konsep yang sama yang perlu kita lakukan adalah mencari saham yang sedang terkoreksi harganya namun tetap dengan fundamental yang baik. Dan itu pasti terjadi di setiap saham.
5. Cerdas dan Sabar
Investor dengan kategori Value Investing adalah investor yang cerdas dan cermat dalam mencari saham-saham dengan fundamental yang bagus serta rajin membaca terutama laporan keuangan. Dan setelah menemukannya yang kemudian dilakukan ialah bersabar.
Setiap Value Investor adalah Investor yang sabar, bahkan sangat sabar karena tidak mungkin membeli saham seharga Rp. 300 kemudian menjual di harga Rp. 3000 dalam satu malam! Investor membutuhkan waktu 3-5 tahun hingga saham tersebut benar-benar memberikan imbal hasil yang cukup baik.
Lalu setelah 5 hal diatas bisa dipahami, apa yang selanjutnya yang anda perlukan untuk dapat memilih saham-saham tersebut? Lanjut Baca ke Value Investing: Screening Saham untuk lebih lanjut.
1. Semua perusahaan memiliki nilai Intrinsik.
Strategi simpel yang dianut Value Investing ialah selalu membeli saham di saat harga sedang ter-diskon, istilah yang menggambarkan bahwa harga saham sedang diperdagangkan di bawah nilai Instrinsik atau nilai sebenarnya.
Katakanlah si A dan B sedang mencari rumah di Pondok Indah, harga rata-rata rumah di daerah tersebut adalah 10 milyar rupiah. Si A malas mencari rumah dan tergiur oleh rumah mewah yang telah jadi, Si A membeli rumah tersebur seharga 12 milyar. B yang lebih rajin mencari, akhirnya menemukan rumah 'berhantu' tak di rawat yang di hargai 60% nilai pasar atau 3 milyar rupiah. Setelah B menyelidiki rumah tersebut ternyata hanya 'hantu' hanya berupa rumor dan si B bukan tipe penakut maka si B memutuskan membeli rumah tersebut di harga 4 milyar tadi. Rumah 'hantu' tersebur direnovasi oleh si B dengan biaya 3 milyar, total modal yang si B habiskan sebesar 7 milyar. Dari kasus tersebut si B telah menganut prinsip Value Investing
2. Selalu melihat Margin of Safety
Margin of Safety adalah hal utama yang dicari dari suatu saham, seperti analogi rumah Pondok Indah tersebut, total pengeluaran si B ialah 5 milyar sehingga si B telah melakukan tindakan safety dalam hal harga beli sebesar 50% (rumah si A seharga 10 milyar) hanya karena rumor 'hantu' tadi. 2 tahun kemudian tentulah rumah tersebut sudah tampak normal tak berhantu dan si B dapat menjual kembali di harga yang sama dengan harga pasaran di daerah tersebut.
Di waktu yang sama jika si A menjual rumahnya seharga 15 milyar, maka keuntungan yang dia dapat sebesar 25%. Namun jika si B yang menjual rumah tersebut dengan harga yang sama, maka keuntungan si B sebesar 114%!!. Persentase selisih harga beli dengan nilai instrinsik nya itulah yang disebut Margin of Safety
3. Tidak mempercayai analisa pasar kebanyakan
Penulis sendiri menyadari bahwa analisa pasar kebanyakan selalu muncul setelah kenaikan atau penurunan nilai saham itu terjadi, entah seminggu atau bahkan sebulan. Analisa pasar menurut penulis sendiri lebih cocok untuk menggambarkan kondisi atau prosepek perusahaan yang bergerak dalam bidang komoditas, karena harga komoditas dipengaruhi harga global, baik luar negeri maupun dalam negeri sendiri sehingga berita harga komoditas global selalu muncul lebih dahulu di media ketimbang berita perusahaan itu sendiri.
4. Tidak mengikuti Trend
Coba anda googling atau baca majalah Investor, cari informasi kapan perusahaan Saratoga melakukan akuisisi terhadap Tower Bersama Infrastruktur? atau kapan Gita Wirjawan mulai masuk ke saham Bumi Resources? jawabannya satu, ketika saham jatuh dan tidak berharga. Ketika saham terjatuh disitulah nilai saham tersebut menjadi sangat murah. Ratio terhadap laba persaham (PER) menjadi semakin kecil. Hanya tinggal memastikan apakah perusahaan tersebut tetap mempunyai prospek atau tidak. Strategi tersebut dinamakan kontrarian atau contrarian.
So, bagaimana dengan kita? dengan konsep yang sama yang perlu kita lakukan adalah mencari saham yang sedang terkoreksi harganya namun tetap dengan fundamental yang baik. Dan itu pasti terjadi di setiap saham.
5. Cerdas dan Sabar
Investor dengan kategori Value Investing adalah investor yang cerdas dan cermat dalam mencari saham-saham dengan fundamental yang bagus serta rajin membaca terutama laporan keuangan. Dan setelah menemukannya yang kemudian dilakukan ialah bersabar.
Setiap Value Investor adalah Investor yang sabar, bahkan sangat sabar karena tidak mungkin membeli saham seharga Rp. 300 kemudian menjual di harga Rp. 3000 dalam satu malam! Investor membutuhkan waktu 3-5 tahun hingga saham tersebut benar-benar memberikan imbal hasil yang cukup baik.
Lalu setelah 5 hal diatas bisa dipahami, apa yang selanjutnya yang anda perlukan untuk dapat memilih saham-saham tersebut? Lanjut Baca ke Value Investing: Screening Saham untuk lebih lanjut.
Salam Invest!
Penulis
0 komentar:
Posting Komentar